Desah Nafas - 3
"Darma, saya belum usai ngomong"
"Apa Teh?" Saya stop mencumbunya. Tetapi badanku masih ada di atasnya. Pantatku mendesak-nekan dengan perlahan-lahan.
"Tetapi kamu janji dahulu, tidak akan katakan siapa saja"
"Iya, saya janji, Teh"
"Suamiku sebetulnya seorang homo. Semenjak saya menikahnya dengannya, saya tidak pernah lakukan seks"
"Astaga" Saya terkejut.
"Sstt"
"Lalu? Bagaimana langkah Teteh, jika ingin?"
"Suamiku membelikan vibrator penis, untuk masturbasiku"
"Terus?"
"Awalnya Saya bertahan untuk nikmati itu. Tetapi semakin lama, tidak tahan . Saya ingin yang asli"
"Mari..!" Ucapku sekalian meraba sisi vagina-nya.
"Nantikan dahulu..!"
"Apalagi? Kelak suamimu terburu tiba"
"Saya sudah meminta izin sama suamiku"
"Apa?"
"Iya, saya sudah meminta izin"
"Lalu? "
"Aslinya ia geram. Tetapi dengan fakta ingin punyai anak, pada akhirnya ia ngijinin dengan ketentuan"
"Apa saratnya?"
"Yang pertama, saratnya ialah harus dengan seseorang lelaki. Jangan gonta-ganti"
"Terus?"
"Ia ingin turut"
"Turut bagaimana?"
"Three In One"
"Jadi, ia ingin ngesex sama saya?"
"Iya bener. Kamu ingin kan?"
"Saya hanya ingin sama Teteh saja. Saya jijik jika harus intim sama lelaki"
"Bermakna saya ingin mencari lelaki lain"
"Terus kita bagaimana?"
"Tidak jadi" Katanya sambil menghempaskan badanku.
Tentunya saya tidak ingin kehilangan peluang semacam ini. Ditambah lagi dengar Teh Ana masih perawan.
"Oke deh, saya ingin. Tetapi saya tidak ingin anal seks" Ucapku selanjutnya.
Teh Ana tersenyum suka. Lalu memeluk badanku kembali lagi. Sekali buka gaunnya, badan Teh Ana cuma tersisa celana dalam saja. Kugumul dahulu sisi peka badannya, dari mulai telinga, leher, buah dada, puting susunya, sampai lidahku turun ke bawah. Teh Ana menggelinjang dengan nafas yang tersengal-sengal. Kubuka celana dalamnya. Kujilati vagina-nya. Lidahku mendustai clitorisnya, sekalian kadang kusedot-sedot .
"Aduh, Darma. Saya tidak tahan" bisik Teh Ana sekalian membimbing kepalaku ke atas.
Kubuka pakaian serta celanaku secara cepat. Celana dalamku dibukakan oleh Teh Ana. Tetapi Saya tidak memberi penis-ku untuk digenggam oleh tangannya. Masih ada tersisa rasa takutku pada pengalaman awalnya. Saya takut ejakulasi awal lagi. Hatiku berdebar-debar, ketika penis-ku mulai dekat pada memeknya. Kuraba liang vaginanya. Sesudah percaya siap, kumasukan perlahan dengan hati yang tenang. Teh Nia pejamkan matanya. Bles.. akh.. pada akhirnya kontolku masuk pada lubang memeknya. Memang cukup seret, tetapi tidak susah. Rasa-rasanya tidak kemungkinan, jika Teh Ana seorang perawan. Karena vagina perawan, benar-benar susah untuk ditembus pertama-tama. Tetapi saya tidak memedulikan hal tersebut. Yang perlu saya langsung memompanya dengan cukup perlahan-lahan dahulu. Kunikmati cumbuan bibirnya yang bersatu dengan bibirku. Tanganku juga menggerayang pada beberapa bagian penting badannya.
"Ehm.. ehmm.. ah.. ih.. ah" suara Teh Nia jelas sekali terdengar oleh ke-2 telingaku.
Saya hentikan pergerakan pantatku sesaat, untuk meredam arus maniku yang demikian menekan. Tetapi Teh Ana masih menggoyahkan pantatnya, hingga tidak ketahan lagi, maniku makin dekati pintu keluar. Tidak ada jalan lagi, kecuali mengeluarkannya dengan tenang. Saya beraga belum alami orgasme. Saat air maniku muncrat. Saya berupaya sembunyikannya dengan menggigit telinganya perlahan. Tidak kuhentikan pergerakan pantatku, naik turun secara cepat. Walaupun telah lemas serta lemah, saya terus memacunya.
Saya tidak tahu, apa Teh Ana ketahui orgasmeku atau mungkin tidak. Yang tentu ia masih pejamkan matanya sekalian merintih-rintih. Keliatannya Teh Ana demikian menikmatinya. Saya terus berupaya dengan situasi sisa-sisa kekuatanku. Kupaksakan, supaya penis-ku bertahan. Walaupun cemplang buatku, tetapi saya ingin memberi kepuasan Teh Ana. Terus kutekan, sekalian membayangkan keelokan serta kesenangan. Supaya tidak terlihat lemas serta lemah, semakin kupercepat lagi pergerakanku. Kemungkinan seputar tujuh menit, baru kurasakan penis-ku menegang lagi dengan normal. Kesenangan juga menyebar lagi. Sedang Teh Nia terus menggoyahkan pantatnya, 1/2 berputar-putar.
"Darma.. sedikit lagi" Teh Ana berbisik, sekalian memperkuat pelukannya.
Pantatnya diangkat, mendesak penis-ku. Saya juga memompanya semakin kencang lagi. Tidak kupedulikan suara desahannya yang semakin keras. Tangannya menjabak rambutku. Ke-2 kakinya mendesak pinggangku, serta ujung kakinya melingkar, dan menutup pahaku. Bibirku dilumat dengan ganasnya. Sampai pada akhirnya Teh Ana keluarkan desahan yang lumayan panjang.
"Aakkh" demikianlah, Teh Ana terkulai dengan lemas.
Di saat itu juga, orgasme keduaku akan selekasnya tiba. Kuhentakan penis-ku semakin keras. Teh Ana mendesah, membuatku semakin bergairah. Makin keras rintihannya, tekanan orgasmeku juga semakin menggebu-gebu. Kulingkarkan tanganku pada lehernya. Saya bersiap-siap mengambil tempat untuk capai pucuk kesenangan. Teh Ana juga kelihatannya pahami. Kakinya dilingkarkan lagi pada tempat sebelumnya. Tangannya memeluk badanku semakin erat. Kugigit sisi bawah telinganya cukup keras. Bersama-sama rintihannya, saya memuncratkan maniku di vagina-nya. Cret.. cret.. agh.. Serta pada akhirnya saya juga terkulai dengan lemas.
*****
Jam 1/2 sepuluh, Teh Ana telah kembali pada kamarnya. Saya jangan tidak, harus masuk dalam kamarnya jam duabelas nanti malam, sesudah suaminya tiba. Tidak sempat kubayangkan, bila saya harus layani seorang lelaki. Jika saja wanitanya tidak secantik Teh Ana, pasti kutolak.
Saya isi waktu dengan persiapan kemampuan. Kumakan kuning telur mentah yang digabungkan dengan sprit. Saya juga makan dahulu sampai kenyang. Sampai tidak berasa, waktu telah memberikan jam 1/2 dua belas. Terdengar bunyi motor yang tidak asing lagi di telingaku. Motor Didi, suaminya Teh Ana. Kubiarkan saja dahulu sampai saatnya jam duabelas pas.
Waktu yang mendebarkan juga sudah datang. Saya bangun dari tempat duduk, ke arah pintu kamar. Tidak begitu jauh, di antara pintu kamarku dengan pintu kamar Teh Ana. Cuma langkah-langkah saja. Hingga tidak kemungkinan, bila ada yang tahu. Kuketuk pintunya 2x. Serta tanpa ada menanti lama, pintu juga terbuka. Terulas senyuman Didi menyongsong kedatanganku.
Rupanya mereka sudah semakin siap. Didi cuma kenakan celana dalam. Serta mendadak Teh Ana juga memelukku dari belakang. Benjolan susunya berasa hangat serta empuk. Ternyata Teh Ana sudah telanjang bundar. Ia membuka bajuku satu-satu. Kurasakan kehalusan kulit Teh Ana, membuat penis-ku langsung menegang. Didi yang memerhatikan dari depanku, napasnya nampak cukup mengincar. Didi buka celana dalamnya, penis-nya yang lumayan besar itu telah ngaceng . Serta Didi tidak enggan-segan lagi memelukku dari depan. Begitu jijiknya saat bibirku harus berpagutan dengan bibir Didi. Tetapi Teh Ana seolah pahami. Ia masih memelukku sekalian mencumbuku dari belakang.
Didi menarik tanganku ke atas kasur. Saya diminta merebahkan diri. Lalu ia menindihku sekalian menggerayangi sekujur badanku. Bibirnya tidak ingin terlepas dari bibirku. Penis-nya ditegaskan pada kontolku. Lalu digesek-gesekannya. Sesaat Teh Ana cuma duduk di pinggirku, sekalian menyeka-usap badanku, yang tidak terhalangi badan Didi. Mendadak Didi memekik cukup keras. Hentakannya makin bertambah kuat, membuatku ingin muntah. Kemungkinan ia ingin orgasme. Karena berasa leherku digigitnya. Serta betul , berasa ada cairan hangat membersihkan seputar penis-ku. Ia selanjutnya terkulai dengan nafas yang tersengal-sengal.
Saya muak. Jijik. Ditambah lagi saat lidahnya menjilati air maninya yang tumpah pada badanku. Serta ia juga mengulum kontolku. Serta peluang itu tidak disia-siakan oleh Teh Ana. Ia mencumbuku dengan hasrat birahinya. Badannya yang tidak terhambat selembar kain juga, membuat tanganku bebas menggerayang ke mana saya senang. Saya bangun sekalian menarik kontolku dari mulut Didi. Lalu segera memasukkan pada lubang vagina Teh Ana, yang siap menyambutnya. Dengan style konservatif, kontolku benar-benar aman, keluar masuk vagina Teh Ana. Teh Ana mulai pejamkan matanya lagi. Saya juga merasai kesenangan yang tanpa tara.
Mendadak punggungku dijilati oleh lidah Didi. Lalu ke telingaku. Serta semakin lama lidahnya menerobos antara bibirku serta bibir Teh Ana yang tengah bersatu. Saya serta Teh Ana tidak menanggapinya. Membuat Didi cari tempat lain. Saya tidak perduli. Makin kupercepat pompaan badanku. Saya mulai tahu kekurangan Teh Ana. Vagina-nya harus didesak dengan keras, supaya cepat capai orgasme. Kulakukan hal tersebut, sampai napas Teh Ana tersengal-sengal.
Mendadak saya dikagetkan perlakuan Didi. Ia berupaya memasukkan kontolnya pada pantatku. Membuat saya bergulir, gantikan tempat. Teh Ana di atas, saya di bawahnya, masih bertemu. Nampak Teh Nia menyukai tempat semacam ini. Ia bebas mendesak memeknya semakin keras, serta menggoyangkannya. Saya mendesak naik turun dari bawah.
"Aukh" Saya tidak dapat meredam suaraku, karena sangat enaknya.
"Akh" Teh Ana juga menjerit cukup ketahan. Ternyata ia mau orgasme. Sama dengan perihal saya.
Teh Ana percepat putaran pantatnya sekalian mendesak. Badannya telah mendekat denganku. Saya juga alami hal sama. Kugigit lehernya, untuk isarat jika saya akan selekasnya keluar.
Tetapi hal tersebut kelihatannya mengundang nafsu Didi yang semakin menggebu. Ia menarik badan Teh Ana, 1/2 memaksakan. Lepaslah penis-ku dari vagina-nya Teh Ana. Didi memerintah Teh Ana, supaya bertukar tempat. Ia masih di atasku, tetapi dengan tempat membelakangiku. Teh Ana yang tengah dicari nafsu yang semakin mencapai puncak, tidak dapat menampiknya. Ia lakukan semua kemauan Didi. Bless.. penis-ku masuk lagi. Saat saya akan bangun, dadaku disorong oleh tangan Didi. Ia dekatkan tangkai penis-nya pada mulutku. Sesaat saya betul-betul jijik. Tetapi Didi memaksanya. Hingga untuk kali pertamanya, saya mengulum penis. Kupejamkan mataku. Di satu bagian saya merasai mual serta jijik. Di lain sisi, saya merasai kontolku makin nikmat rasa-rasanya, dengan hentakan vagina Teh Ana yang semakin kuat.
Pada akhirnya saya coba mengkonsentrasikan pada kesenangan penis-ku. Biarkanlah bibirku mengulum penis Didi. Kubayangkan jadi bibir Teh Ana. Ditambah lagi saat Teh Ana semakin percepat pergerakannya, berasa terbang di atas awan. Melayang dengan kesenangan. Sampai selanjutnya, badan Teh Ana berasa menegang. Saya juga sama. Pucuk orgasme akan selekasnya datang.
"Akgh.. emh.. sedikit la.. gi" Terdengar suara ketahan Teh Ana.
"Saya " suara Didi juga terdengar.
Saya coba keluarkan kontolnya dari mulutku, takut tertumpah air maninya. Barusan terlepas, cret.. cret.. air mani Didi muncrat tentang mukaku.
"Agh..!" Didi berteriak.
Saya bangun sambil menghempaskan penis Didi. Kupeluk badan Teh Ana dari belakang. Kubantu dengan hentakan yang semakin hebat. Air mani Didi, kubersihkan pada punggung Teh Ana.
"Teh.. Akh" Saya berbisik ketahan, sekalian semakin rapatkan lagi badannya.
"Heeh" Teh Ana juga sama seperti denganku. Mengutamakan vagina-nya semakin keras. Ke-2 tangannya melingkar ke belakang, menarik pinggangku. Hingga kemudian.. cret.. cret.. cret.. kutumpahkan maniku dengan enaknya. Pantat Teh Ana masih bergerak naik turun. Ternyata ia belum orgasme . Hingga saya bertahan dengan mendesak penis-ku semakin dalam.
Kemungkinan Teh Ana kesusahan orgasme dengan tempat semacam itu. Karena ia mendadak bangun, serta bertukar tempat. Ia masih di atasku, tetapi dengan tempat bertemu. Kupertahankan penis-ku untuk selalu bertahan. Kasihan Teh Ana. Ia memasukkan lagi penis-ku yang sudah berlendir. Lalu bergerak naik turun dengan badannya menindihku. Lalu tangannya melingkar pada leherku. Seputar dua menit lamanya, ia baru berasa menggigit leherku cukup kuat. Kubiarkan saja. Hingga kemudian Teh Ana menghentakan pantatnya untuk yang terakhirnya dengan benar-benar keras, disertai erangan dari mulutnya yang lumayan panjang.
"Aaakh" demikianlah Teh Ana.
Kurasakan cairan hangat pada penis-ku yang masih tetap ada di vagina-nya. Kembali lagi Didi dekatkan penis-nya pada mulutku. Saya malas sekali. Untungnya Teh Ana pahami. Teh Ana-lah yang menyongsong penis Didi, sekalian menyerobot maju. Teh Ana mengulum penis Didi. Sesaat vagina-nya pas di hadapanku. Karena itu saya juga menjilat serta mengisapnya. Tetapi entahlah bagaimana, mendadak Didi jatuhkan badannya. Teh Ana juga terguling. Saya masih mengincar vagina-nya. Teh Ana mengusung paha kanannya, untuk kelonggaran mulutku. Mendadak mulut Didi telah melekat pada kontolku . Demikianlah pengalaman pertama kaliku lakukan three in one. Penis-ku dikulum oleh Didi. Saya menjilati vagina Teh Ana. Sesaat Teh Ana mengulum penis Didi.
*****
Saya lakukan three in one, semasa 5 kali. Tetapi masih, saya menampik anal seks, apa saja faktanya. Serta setelah itu saya tidak ingin lagi lakukan three in one, karena tidak tahan dengan jijiknya. Saya cuma ingin dengan Teh Ana saja. Hingga saya seringkali bolos kerja di siang hari. Bebas sekali jika melakukan pada siang hari. Tidak ada masalah. Sampai Saya serta Teh Ana hampir setiap hari melakukan. Beberapa style juga sudah kupraktekan dengan disudahi kenikmatan. Sampai dalam satu hari, kami tertangkap basah oleh suaminya. Tidak kusangka Didi pulang lebih dini. Untung saja, saat Didi pulang, kami sedang melakukan di kamarku. Ia tidak dapat masuk, karena kukunci dari dalam. Serta kami juga mengakhirinya dahulu permainan sampai pada puncaknya, dengan meredam suara.
Sesudah insiden itu, Didi sikapnya jadi beralih. Ia seperti tidak berteman lagi. Hingga kemudian ia bawa geser istrinya ke kontrakan lain. Entahlah ke mana. Saya tidak tahu. Membuatku demikian kehilangan. Sesudah dua minggu lamanya berpagutan dalam asmara membara, sekarang harus berhenti dengan cara mendadak.
Lima bulan selanjutnya, baru saya berjumpa dengan Teh Ana. Ia menjumpaiku dengan cukup terburu-buru. Teh Ana menyampaikan kabar, jika dianya akan dibawa geser ke Sulawesi Selatan. Saya terharu mendengarnya.
"Terima kasih atas masa lalu indahnya" Kata Teh Ana, sekalian menyeka perutnya yang sudah jadi membesar.
Saya terbelalak. Ia rupanya tengah hamil. Serta kandungannya telah nampak besar. Jika dihitung semenjak kepergiannya, tentu muatan Teh Ana sudah berumur lima bulan.
Tamat Artikel Berkaitan