Desah Nafas - 1
Entahlah sebab sakit hati ditinggal kekasih, atau ada beberapa faktor pemicu yang lain. Yang tentu saya juga baru mengetahuinya saat akan melakukan hubungan intim dengan seorang gadis remaja. Awalnya saya tidak yakin. Tetapi bagaimanapun, memang seharusnya kuakui jika saya alami ejakulasi awal. Satu situasi yang benar-benar membuat malu di depan seorang wanita. Di waktu wanita memerlukan keperkasaan dari pasangannya, rupanya saya demikian lemah. Belum apa-apa, pertahananku telah jebol, tidak dapat dipertahankan lagi. Benar-benar satu kesengsaraan yang benar-benar berat. Tetapi saya tidak berani untuk konsultasi pada dokter. Kupendam saja kekuranganku, serta saya berupaya semaksimal mungkin untuk kembalikan diriku lagi.
Betul sekali. Kembalikan diriku. Setahun awalnya, saya seorang lelaki yang betul-betul normal. Bukan sekali 2x, saya lakukan persetubuhan dengan kekasihku. Serta kekasihku tetap memperoleh kenikmatan dariku. Mungkin saja hal itu salah satunya yang jadikan jalinan asmaraku berjalan lumayan lama, kira-kira tujuh tahun. Sebutlah saja namanya Wiwi. Walaupun sekarang selanjutnya menikah dengan lelaki lain, tetapi masa lalu yang terbentuk dengannya, tidak kemungkinan terhapus dari daya ingat.
"Aa lelaki yang perkasa"
Entahlah berapakah puluh kali, Wiwi ucapkan kalimat itu, seiap usai lakukan seks. Ditambah lagi jika Wiwi dapat bisa capai dobel klimaks.
Bukan dengan maksud menyombongkan diri, bila saya menjelaskan: perkasa. Memang demikianlah ada. Hasrat sex-ku tetap menggelora. Tidak cuma dengan Wiwi. Saya seringkali lakukan perjalanan ke luar kota. Serta nyaris di tiap wilayah yang kudatangi, bisa dinyatakan saya dapat memperoleh seorang gadis yang kusukai. Lalu kupacari. Setelah itu lama kelamaan, ke arah pada tahap atas tempat tidur. Sebutlah saja, saya tidak setia pada Wiwi. Lumrah sekali bila pada akhirnya Wiwi jatuh pada pelukan lelaki lain, walaupun permasalahannya bukan lantaran perselingkuhanku.
Saya tidak berasa mukaku tampan, walaupun banyak yang menjelaskan jika saya tampan. Kuanggap untuk lelucon atau rayuan sandal kempit saja. Cuma pengucapan seorang gadis China yang cukup kupercayai.
"Darma, kamu gagah" Demikian tuturnya, saat pertama-tama berteman dalam suatu cafe music.
Nn namanya. Seorang janda, yang umurnya setahun dibawahku. Entahlah apakah yang membuat demikian tertarik kepadaku. Sampai selanjutnya, sesudah berteman semasa dua bulan, Nn juga bersimbah keringat tanpa ada baju, dalam suatu hotel yang berada di daerah Bandung. Ia demikian senang dengan permainanku. Kami capai klimaks bersamaan. Serta pengalaman itu juga adalah yang kali pertamanya, saya lakukan jalinan seks dengan wanita bermata sipit.
*****
Satu kali, saya juga sempat masuk dalam satu tempat prostitusi di daerah Tanjung Sari - Sumedang (yang sekarang ini sudah diratakan). Saya tertarik pada seorang WTS yang tengah duduk dalam suatu meja. Ia demikian cantik serta menarik. Ajak kakiku untuk mengambil langkah ke arahnya.
Senyum manis dari bibir merahnya, membuat hasrat sexualku terangsang. Ditambah lagi lekuk badannya yang indah, demikian nampak menonjol dengan baju ketatnya. Tanpa ada banyak basa-basi lagi, saya ajaknya ke kamar. Tentunya ia menganggukan kepala, sekalian bergerak dari tempat duduknya. Tidak lupa, ia juga bawa sebotol bir untuk dibawa ke kamar.
Walaupun ia seorang WTS, tetapi saya pernah bertanya dahulu namanya. Entahlah palsu atau mungkin tidak, yang tentu diakuinya namanya: Ayu. Serta dari pembicaraan singkat sebelum mengawali permainan, saya dapat ketahui jika Ayu itu seorang janda yang disakiti oleh bekas suaminya. Classic. Tetapi saya tidak tertarik untuk tahu semakin jauh, karena saya telah tidak tahan lagi untuk mengawalinya. Kupeluk badannya yang sudah bugil itu. Beberapa waktu, saya bergumul sekalian bercumbu. Satu-satu, bajuku mulai dibukanya. Ayu ambil tempat di atasku. Hingga dengan gampang, ia memapah penisku untuk langsung dimasukkan ke vaginanya yang sudah basah. Selanjutnya menggoyahkan pantatnya naik turun, disertai oleh suara erangannya yang meningkatkan gairahku. Pompaannya makin dipercepat. Sesaat tanganku tidak hentinya meremas sekujur badannya. Walaupun susunya tidak begitu kenyal, tetapi mulutku tidak ingin melepas sedotan pada putingnya. Nafasnya semakin tersengal-sengal. Hingga kemudian ia menjatuhkan badannya. Walaupun cukup dengan isarat, saya juga dapat pahami. Ayu minta tukar tempat.
Saya memang semakin menyenangi style konservatif. Saya bertukar tempat di atasnya, sama seperti yang biasa kulakukan dengan wanita-wanita lain. Kumasukan penisku dengan gampang. Lalu kupompa dengan perlahan-lahan. Tangan Ayu mendesak pantatku, hingga saya ditantang untuk percepat pergerakannya. Kalau mulut Ayu tidak kusumbat dengan bibirku, tentu suara erangannya akan terdengar secara jelas. Begitu enaknya. Ayu rupanya demikian cakap menggoyahkan pinggulnya. Hingga kemudian tangan Ayu memeluk badanku dengan eratnya. Bibirnya makin ganas melumat dan mengisap bibirku. Serta tangannya beralih ke rambutku. Menjambaknya dengan cukup keras.
Kubiarkan Ayu alami orgasme terlebih dulu. Saya demikian senang melihatnya. Ayu tergeletak dengan nafas turun naik. Tangannya telah terbaring. Kedua-duanya matanya juga terpejam. Sesaat saya masih ada di atas badannya. Saya belum ingin orgasme. Hingga saya terus memasukkan penisku naik turun. Tidak perduli dengan situasi Ayu yang tidak tanggapan lagi. Karena panorama seeperti ini, seringkali kusaksikan, baik dengan Wiwi atau wanita yang lain. Serta memang tidak jauh lain dengan Wiwi. Ayu juga diam saja, tanpa ada layani, tapi tidak menampik. Sampai sesaat selanjutnya, saya mulai akan capai puncaknya. Kupercepat pergerakan pantatku. Kuremas badan Ayu lebih keras. Ayu mengeluh semakin keras. Kesempatan ini kubiarkan saja. Kurapatkan badanku. Ayu pahami. Ia juga memeluk badanku. Serta kugigit lehernya, sekalian kupuncratkan maniku yang telah tidak ketahan lagi di pagina-nya.
Saya bangga, dapat menaklukkan seorang WTS. Makin PD saja. Saya percaya, memang saya perkasa. Ayu juga berasa senang. Ia mengucapkan terima kasih banyak kepadaku. Entahlah rayuan atau apa, yang pasti ia menjelaskan jika akulah tamu pertama yang dapat membuat orgasme. Walaupun demikian, Ayu masih kubayar. Tetapi 1 minggu selanjutnya ia menelponku. Ia ajakku melakukan di kamar kost-an. Kira-kira 3x, saya lakukan seks di luar jam kerja Ayu. Tentunya kesempatan ini benar-benar gratis. Serta setiap saat saya ke kamarnya, tentu saya dijamunya.
*****
Itu sepintas deskripsi sosokku, sebelum alami permasalahan ejakulasi awal. Apakah benar saya tampan serta gagah? Rasa-rasanya biasa saja. Kulitku sawo masak, cuma (kemungkinan) kelebihanku sebab banyak ditumbuhi bulu-bulu pada badan. Jika Tinggi cuma 175 M, serta berat 68 Kg. Ada banyak lelaki yang semakin segalanya dariku. Tetapi Saya berasa bingung (sekaligus juga senang), karena beberapa wanita yang tertarik pada sosokku. Tanpa ada sadar juga, hal tersebut membawaku pada suatu predikat "fly boy". Walaupun saya tidak senang dengan panggilan itu. Cinta kasihku yang ikhlas, cuma untuk Wiwi. Tetapi hasrat sexualku terlalu berlebih. Yang mengakibatkan saya ingin lakukan sexual dengan sebagian orang wanita. Tapi di lain sisi, saya juga tidak ingin kehilangan Wiwi. Hingga wajar sekali, saat Wiwi dijodohkan orang tuanya, saya demikian terpukul. Sakit hati. Menanggung derita. Susah. Semua bercampur dalam jiwaku.
Kepergian Wiwi dari hidupku, betul-betul bawa impak yang besar. Saya jadi malas lagi terkait sexual. Sampai bertahan semasa setahun, saya belum pernah tidur lagi dengan seorang wanita juga. Selain tidak bernafsu, ditambah lagi sikap keseharianku, yang tetap menghindar dari tiap tindakan yang ke arah kesana.
Tetapi bagaimanapun, saya seorang fans seks. Lama kelamaan, saya rindukan lagi kehangatan badan wanita. Umumnya jika saya tertekan, Wiwi tetap siap melayaniku. Tetapi sekarang? Wiwi tidak ada, serta saya ingin sekali melakukan. Sampai dalam satu malam, saat sedang berangan-angan di kamar kontrakanku, mendadak tiba seorang kawan kuliah. Erik namanya. Ia tiba bersama-sama seorang gadis remaja. Kontan saja, saya langsung bertanya background gadis yang dibawa, 1/2 berbisik-bisik di luar kamar.
Menurut Erik, gadis itu namanya Nia. Baru dikenalnya semasa sebulan. Nia baru duduk di kelas 1 SMU. Usinya juga paling 16 tahun. Tetapi keliatannya telah dewasa. Ia tidak cantik, tetapi mukanya manis. Tingginya nyaris 170-an. Walaupun kenakan pakaian longgar, tetapi saya dapat mengira-ngira bentuk badannya yang montok. Gairahku bangun, ketika rok-nya terkuak waktu duduk. Kulitnya demikian putih serta mulus. Jika dimisalkan buah, Nia itu masih nampak fresh, serta akan demikian nikmatnya jika dikonsumsi. Sayang sekali, ia demikian mesranya duduk dengan Erik. Membuatku tidak berani untuk mengganggunya.
Erik menyuruhku beli rokok, sekalian mengerdipkan matanya. Saya langsung pahami. Walaupun berat rasa-rasanya, saya juga bergerak dari dalam kamar. Kutinggalkan Erik serta Nia berduaan. Serta saya tidak ke warung. Buat apa, rokok masih ada. Saya pilih untuk sekedar duduk di muka kamar kontrakan. Untungnya beberapa penghuni yang lain banyak yang keluar. Jika ada satu 2 orang, mereka semakin pilih diam di kamar sekalian tonton tivi. Terdengar dari volume suaranya yang cukup keras.
Lama kelamaan, saya berasa ingin tahu serta tertarik untuk ngintip kawanku lewat lubang kunci. Saya bangun, serta mengambil langkah perlahan ke arah pintu. Sesudah situasi kuanggap aman, karena itu saya mulai berjongkok serta dekatkan mukaku pada lubang kunci. Betul sekali, tidak jauh dari prediksi. Erik sedang bergumul dengan Nia pada kondisi telanjang bundar. Ternyata Erik juga semakin menyenangi style konservatif. Ia ada di atas Nia, dengan pantat yang naik turun. Tidak kulihat muka Nia, karena terhalangi badan Erik. Cuma tangannya yang melingkar pada punggung Erik. Sama juga dengan ke-2 ujung kakinya yang menyilang di atas paha Erik.
Benar-benar tidak dapat meredam pergolakan kemauanku. Saya makin terikut oleh situasi di kamar. Sampai saya juga tidak sadar, jika tetangga kontrakanku sedang memerhatikan di muka pintunya.
"Lagi apa, Kang Darma?" demikian tuturnya, membuatku betul-betul kaget.
Untung saja saya segera bertindak improvisasi.
"Ini kuncinya hilang, Teh" jawabku, 1/2 berdebar-debar.
Ia ialah Teh Ana. Walaupun hubunganku baik-baik, tetapi saya cemas kalau-kalau Teh Ana memberikan laporan pada Sang Ibu Kontrakan.
"Kemungkinan jatuh di jalan" Kata Teh Ana lagi, sekalian membahaskan senyumannya.
"Jika ingin minum kopi, di sini saja dahulu" Teh Ana tawarkan layanan.
"Kang Didi-nya telah pulang, Teh?"
"Belum"
"Tidak, ah. Malu" Ucapku sekalian masih beraga mencari suatu hal.
Saya memang cukup risih jika bertemu dengan Teh Ana. Umurnya setahun di atasku. Hampir 2 tahun menikah, tetapi belum dikarunia seorang anak. Kadang saya juga senang tergiur oleh kemolekan badannya. Tetapi saya berupaya untuk berlaku biasa saja. Selain suaminya tetap berlaku baik, saya juga jaga imej. Walaupun kuakui, hasrat sexualku senang langsung menggelora, jika melihat bentuk badan Teh Ana yang sexi. Saya tidak berani merayunya. Takut menyebabkan jelek buatku. Syukur-sukur jika Teh Ana ingin dibawa selingkuh. Jika tidak? Dapat fatal mengakibatkan.
"Saya ingin cari dahulu ke warung. Kali saja tertinggal disana" Kataku sekalian mengambil langkah, tinggalkan Teh Ana yang masih tetap berdiri di muka pintu.
Saya memang ke warung. Tetapi bukan cari kunci atau beli rokok. Saya justru beli sebotol bir.
Pulang dari warung, pintu kamar Teh Ana telah tertutup lagi. Selang beberapa saat, kulihat pintu kamarku terbuka. Erik keluar sekalian tersenyum-senyum sendiri, dengan muka yang cerah. Lalu ia mendekatiku.
"Kamu ingin?" demikian tuturnya, 1/2 berbisik.
"Sialan" jawabku, karena perkiraanku Erik ajak bergurau atau menyengaja memanas-manasiku.
"Ini serius" Tuturnya lagi dengan penuh kepercayaan. Tentunya hatiku mulai berdebar-debar.
"Bener?" Saya ingin meyakinkannya. Erik menganggukan kepala sekalian tersenyum.
"Emangnya ia cewek bispak?" Saya masih menanyakan lagi.
"Bukan sich. Tetapi jika ingin, coba saja"
"Si dia ingin?"
"Coba kataku . Saya ingin cari nasi goreng dahulu ah" Erik berlalu dari hadapanku.
Tentunya saya makin mendapatkan angin. Walaupun cukup sangsi, tetapi saya mengambil langkah ke depan pintu. Kudorong perlahan.
Nia masih terbujur di atas kasurku. Bajunya berantakan di lantai, tapi sekujur badannya tertutupi oleh selimut. Ia menatapku dengan pandangan yang penuh tanda pertanyaan. Sikapnya nampak kikuk, saat ketahui saya yang masuk ke kamar.
"Mana A Erik?" Bertanya Nia.
"Lagi ke warung dahulu, tuch" Saya coba berlaku tenang.
Kuletakan botol bir di atas meja. Lalu kubuka serta kutuangkan beberapa didalamnya pada suatu gelas.
"Ingin minum?" Saya memancingnya.
Tetapi Nia cuma menggelengkan kepala. Kutatap mukanya dengan penuh perasaan. Tetapi Nia terlihat sama seperti yang ketakutan. Membuat saya bingung dibuatnya. Kucoba cari jalan, dengan meneguk bir sampai habis segelas penuh.
Nia bangun tanpa ada melepas selimut penutup badannya. Tangannya ke arah lantai, untuk memungut bajunya. Tentunya saya sedih. Walau sebenarnya nafsu birahiku demikian menggelora. Serta saat kulit punggungnya nampak oleh ke-2 mataku, benar-benar tidak bisa ditahan lagi. Nafsuku mencapai puncak. Kuhampiri Nia, sekaligus juga juga kupeluk badannya. Nia terlihat demikian terkejut. Ia reflek meronta-ronta, ingin melepas diri.
"Jangan, A" suaranya ketahan.
Untung sekali ia tidak berani berteriak. Membuat saya makin ganas menggerayangi badannya. Kututup bibirnya dengan ciuman. Ia masih meronta-ronta semaksimal mungkin. Ke-2 tangannya berupaya menggerakkan dadaku. Tetapi walaupun begitu, saya tidak kemungkinan dapat menghentikannya. Tenagaku semakin kuat. Sampai selimutnya sudah kulepaskan dari badannya. Tangan kiriku cukup jeli buka celanaku secara cepat. Dalam waktu cepat, badan sisi bawahku telah telanjang bundar.
"A, jangan. Kelak ada A Erik" Nia berupaya menyadarkanku.